Sekarang ini, resilience menjadi salah satu keterampilan yang sangat dibutuhkan di dunia kerja.

Menurut laporan yang dikeluarkan oleh World Economic Forum berjudul ‘The Future of Jobs Report 2020’, perkembangan teknologi dan pandemi Covid-19 menjadi double disruption di dunia kerja/pasar tenaga kerja. Artificial intelligence, Big Data, Internet of Things dan Non-Humanoid Robotics, semakin masif diterapkan di berbagai perusahaan. Akibatnya, pekerjaan-pekerjaan manual rutin digantikan oleh robot/mesin dan banyak orang mulai kehilangan pekerjaan (job roles).

Meskipun teknologi/robot sepertinya mulai mengganti peran manusia, namun ada hal-hal lain yang tidak bisa digantikan oleh mesin. Apa itu? Kualitas diri seorang individu. Dari laporan WEF tersebut, kualitas-kualitas seperti Critical Thinking and Analysis, Problem Solving, Self-Management, Working with People, Management and Communication of Activities, makin dibutuhkan di dunia kerja.

Self-Management sendiri terdiri dari active learning, resilience, stress tolerance and flexibility. Pada tulisan kali ini, kita akan melihat lebih dalam apa itu resilience. Resilience dalam bahasa latin adalah ‘resilire’ atau “to leap back”. Ketika seseorang terjatuh, dia langsung melompat bangkit (elastis). Luthar, Cicchetti, & Becker (2000; p. 543) menggambarkan resilience sebagai “a dynamic process encompassing positive adaptation within the context of significant adversity”. Makin besar kesulitan yang dihadapi, maka adaptasi yang diperlukan juga semakin besar. Sedangkan Oxford Learners’ Pocket Dictionary mengartikan resilience sebagai “the ability of people or things to recover quickly after something unpleasant, such as shock, injury, etc”.

Tingkat resiliensi setiap individu bisa berbeda-beda. Setiap peristiwa yang buruk, yang tidak menyenangkan, bisa dihayati secara berbeda-beda oleh masing-masing individu. Faktor-faktor dari dalam diri sendiri (controllable factors) seperti attentional processes, beliefs, coping styles, dan motivation, membuat respons setiap individu terhadap suatu masalah menjadi berbeda-beda.

Individu yang memaknai suatu peristiwa secara positif dan seimbang, akan membantu individu tersebut lebih mampu bertahan. Sebaliknya, individu yang memaknai suatu peristiwa secara negatif dan berlebihan, akan lebih mudah menyerah, dan lebih merasa menderita.

Selain faktor dari dalam diri sendiri (controllable factors), resiliensi seseorang juga dipengaruhi oleh faktor dari lingkungan (uncontrollable factors). Uncontrollable factors atau faktor-faktor yang tidak bisa dikendalikan diantaranya nature of the stressful event, availability of support, availability of role models, dan genetics. Mereka yang mempunyai dukungan dan teladan yang cukup, tentu akan lebih mampu bertahan dalam menghadapi masalah bila dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai dukungan atau teladan. Dukungan di sini bisa dari orang tua, teman, rekan kerja dan sebagainya. Sedangkan faktor genetics lebih berbicara pada sifat-sifat bawaan dari orang tua, yang seringkali menurun kepada si anak. Misalnya, mudah marah, mengeluh, dan sebagainya.

Resilience bisa dikembangkan di sepanjang kehidupan seseorang (a lifelong skill). Sejumlah ahli telah memperkenalkan berbagai teknik untuk mengembangkan resiliensi seseorang. Pada intinya, teknik-teknik tersebut membantu individu untuk berpikir positif dan mengembangkan self-efficacy. Bisa lewat meditasi (latihan calming dan focusing) ; mengevaluasi ulang hal-hal yang kita percayai (challenging beliefs) ; mampu mengenali perangkap-perangkap pikiran (thinking traps) seperti buru-buru membuat kesimpulan tanpa informasi yang cukup, suka membesar-besarkan atau meremehkan masalah, suka menyalahkan diri sendiri/orang lain atas masalah yang dihadapi, suka mengeneralisasi sesuatu, suka terbawa emosi (emosional); membangun hubungan yang sehat/positif; dan sebagainya.

Dengan terus melatih keterampilan resiliensi (building personal resilience), seseorang akan lebih mampu untuk memaknai positif setiap tantangan dan masalah yang dihadapi. Mereka akan lebih terbuka pada hal-hal baru dan terus bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. (dap)

Author

Perform training need analysis Design Program Content Development Handling training implementation and training evaluation Specialties: Program Design & Content Development

Write A Comment